Jumat, 19 November 2010

Buah Karya : Putri 8D/20

Luka Lama


          “Hahaha…hihihi…hehehe…”
          “Bruk…!!”, Terlihat Soni ketua kelasku memukul meja dan wajahnya juga terlihat kesal karena kami ramai, namun Soni tidak memarahi kami, ia hanya mengatakan,”Ayo diam…Bu Widya sudah datang.”
          “Selamat pagi murid-murid”
          “Selamat pagi Bu…”
          “Hari ini kita dapat kawan baru, ayo perkenalkan dirimu”, kata Bu Widya yang mengarahkan mata ke seorang anak gadis. Anak gadis itu mulai memperkenalkan dirinya, ”Hai teman-teman namaku Angelika Zhizka Myanka umurku 13 tahun, teman-teman bisa panggil aku Zhizka moga-moga kita bisa berteman akrab ya…” Lalu mataku tertuju pada Soni yang terlihat terkejut melihat gadis itu tapi aku acuhkan karena aku pikir mungkin itu biasa karena ada anak baru di kelas kami. “Zhizka, kamu duduk disebelah Ratih, Ratih..berdiri biarkan Zhizka duduk disebelahmu!” Aku berdiri lalu berkenalan dengan Zhizka.
          Oh ya, namaku Ratih aku salah satu murid kelas 8 di SMP Tanjung Harapan, Hobiku adalah bermain bola basket, tidak terlalu aneh untuk anak perempuan sepertiku kan? Ketua kelasku bernama Soni, aku sudah berteman dengannya sejak kecil, bisa dibilang aku adalah salah satu teman dekatnya, kami sering berbagi cerita bersama. Sejak Zhizka menjadi murid baru di kelas kami, Soni menjadi bertingkah aneh. Sepanjang pelajaran ia selalu melamun dan tidak konsen pada pelajaran. Aku bahkan pernah melihat Soni menabrak Zhizka dan itu terlihat disengaja karena setelah menabrak, Soni tidak meminta maaf pada Zhizka tapi justru lari tanpa memalingkan muka.
          “PLAK..!!”
Terdengar suara tamparan seseorang saat istirahat lalu aku berlari ke arah suara tamparan itu. Ternyata suara itu berasal didekat toilet wanita, setelah dekat aku bersembunyi dibelakang dinding, aku mengintip dan melihat Soni dan Zhizka di dekat toilet. Soni terlihat kesal pada Zhizka, Soni membentak Zhizka dengan kata-kata yang kasar. Soni sudah mengangkat tangannya dan terlihat siap memukulnya lagi…sebelum itu terjadi, aku berlari dan menghadang pukulan Soni hingga pukulan itu nyaris saja mengenai pipiku. Saat melihatku, ia menghentikan tangannya dan berkata ketus padaku:
          “Kenapa kamu ada disini?”
“Aku juga bertanya kepadamu, mengapa kamu memukul Zhizka?
 Memang apa salah Zhizka?”
“Sudah, kamu nggak usah ikut campur! Ini urusanku dengan anak
 menyebalkan ini!! Cepat kamu pergi sebelum aku juga ikut
membencimu”
“Okey, aku pergi…dengan Zhizka!!”, Aku menarik tangan Zhizka dan berlari sekencang-kencangnya menjauhi tempat itu. Soni melirik ke arah kami dan hampir mengejar kami tapi entah kenapa, ia tidak mengejar kami. Aku dan Zhizka langsung masuk kelas karena bel usai istirahat sudah berbunyi. Pelajaran berjalan sperti biasa, hanya saja menjadi lebih rebut karena Soni tidak menghiraukan keadaan di kelas, begitu pula Zhizka. Aku jadi bingung, jangan-jangan waktu kecil mereka pernah bertemu dan ada kenangan buruk diantara mereka…? Aha! Aku punya ide, aku pasti akan mengetahuinya rahasia dibalik peristiwa tadi.
“Eh, pulang bareng aku yuk..lalu main ke rumahku kan rumah kita sebelahan, ntar aku yang ijinin ke orangtuamu deh..”   
  Kataku pada Zhizka.
“Okey…” Jawab Zhizka
Yes..yes..berhasil..!! suaraku di dalam hati.
“Udah ga usah pake basa basi, ngga pa pa kok kalau kamu mau tahu, ntar ku kasih tahu di rumahmu..”
“Aduh, sorry ya..bukannya aku mau ikut campur urusanmu ma Soni..”
“Ngga pa pa… eh, kelihatannya itu sopirmu..”
“Iya, ayo pulang.”
Selama perjalanan, Zhizka hanya melamun. Saat melewati depan rumah Soni, Zhizka membelalakkan matanya lama-lama matanya berkaca-kaca lalu mengeluarkan air mata. Aku tidak akan bertanya kenapa, aku mengambil sehelai tissue lalu kuberikan pada Zhizka. Sepanjang perjalanan suasana terasa sunyi senyap.
“Nah, kita sudah sampai, disana kamarku tunggu saja di kamar aku ambil air minum.” Kataku. Zhizka menganggukkan kepalanya lalu masuk ke kamarku. “Non, tadi temen Non yang namanya Soni datang katanya sudah bilang sama Non dan disuruh menunggu di kamar Non.” Kata pembantu yang bekerja di rumahku. ”APA?” Aku kaget lalu meletakkan minuman yang telah kusiapkan di meja dapur lalu berlari ke kamar.
“Zhizka!!” Zhizka membalikkan badan lalu tersenyum  dan berkata lirih ada apa? kepadaku seakan dia tidak tahu bahwa ada Soni disitu, ternyata dia memang tidak tahu. Aku mengawasi sekeliling kamar memastikan bahwa tidak ada Soni disitu, ternyata aku salah Soni sudah siap keluar dari persembunyiannya dibalik tirai kamarku sambil membawa pisau. Aku berlari ke tempat Zhizka dan sret.. akhirnya tanganku yang terkena goresan pisau itu. Zhizka dan Soni panik melihatku, Soni memanggil bibi agar membawa perlengkapan P3K. Zhizka memberi antiseptic dan membalutkan kain pada tanganku. Aku sedikit lega lalu aku pingsan selama setengah jam. Saatku membuka mata disamping kananku terlihat Soni dan bibi, disamping kananku terlihat Zhizka yang kelihatannya habis menangis karena matanya merah.
“Bibi boleh pergi, aku tidak apa-apa kok, terimakasih ya Bi..”Kataku
“I..i..iya Non..”
“Nah, sekarang ceritakan sebenarnya apa masalah kalian.” Lanjutku
“Sebenarnya, aku dan Soni adalah saudara tiri, kami selalu bermain bersama, dan melakukan hal yang sama secara bersama-sama juga saat orangtua kami meninggal.” Zhizka berkata sambil menangis lalu lama-lama ia tertawa seperti orang gila. Aku tidak bisa berkata apa-apa dan hanya bisa diam di tempat tidurku sambil memandangi Zhizka.
“Ratih, terimakasih ya.. sudah mau jadi temanku, sekarang aku ingin minta bantuanmu untuk membalaskan dendamku.”
Aku tak bisa berbuat apa-apa, aku melirik pada Soni lalu badan Soni jatuh dengan banyak luka. Aku menelan ludah, menutup mataku dan srot.. Zhizka menusukkan pisau ke arah jantungnya sendiri. Darahnya keluar sangat deras seperti sirup merah, aku tidak bisa menahan tangis.. “Ratih, maafkan aku telah melibatkanmu dalam masalahku dan So..Son..Soni, ini surat untuk..mu dari Soni..”, itulah ucapan terakhir yang diucapkan Zhizka kepadaku sebelum ajal menjemputnya.
Aku membuat makam khusus untuk mereka dibelakang rumahku lalu aku pindah rumah. Dalam perjalanan, aku membaca surat yang diberikan Zhizka..
Dear Ratih,
Tih, maafkan aku tidak pernah cerita ke kamu kalau aku punya adik tiri, aku takut kamu membenciku karena orangtuaku meninggal beberapa tahun yang lalu oleh karena aku merasa kesal atas peraturan yang diberikan ayah dan ibu, aku dan Zhizka berencana untuk mencelakai mereka sedikit untuk main-main bisa dibilang hanya bercanda tapi ternya mereka meninggal. Saat bertemu dengan adikku lagi ingin membunuhnya agar dia tidak membeberkannya ke orang lain. Tapi sebenarnya aku dan Zhizka sama, ingin membunuh satu sama lain akhirnya kami putuskan untuk bunuh diri dengan pisau yang sama. Thanks udah mau baca surat ini.

Sahabatmu
yang selalu menyayangimu,

Soni
Aku menghembuskan napas dan berkata lirih sambil menangis, ”Seharusnya kamu juga cerita sama aku biar akhirnya itu ngga seperti ini..”